Tanggal 3 Februari 2010 saya bersama teman-teman yang tergabung dalam Kelmpok Tani Pelindung Leuser (KETAPEL), berinisiatif masuk kedalam hutan rimba tersebut. Kami saat itu berlima, saya (Arie), Ibrahim, Sukirman, Basir, dan Botak, saya penasaran dengan kondisi alami hutan tersebut. Kenapa? karena selama 2 tahun saya menjalankan tugas saya selaku koordinator divisi koservasi di Yayasan Orangutan Sumatera Lestari-Orangtan Information Centre (YOSL-OIC) hanya tiga kali saya masuk kehutan induk, itupun di lokasi yang sama, tepatnya di TN 64 saat melakukan aktifitas Analisis Vegetasi.
Laba-laba berkaki panjang
Singkat cerita kamipun berangkat, saat itu waktu menunjukkan pukul 14.00 wib. Hingga ke batas TN kami menggunakan Kereta (sepeda motor), sisanya kami lakukan dengan jalan kaki. Kurang lebih setengah jam kami berjalan kaki. Seharusnya bisa lebih cepat, namun karena melewati tanaman kelapa sawit yang telah ditumbang, perjalanan menjadi lebih lambat karena jalan menuju hutan tersebut terhalang oleh batang-batang sawit yang di tumbang tersebut.
Laba-laba berwarna cerah
Tak lama kamipun sampai di hutan rimba leuser. Salah satu dari kami (ibrahim) berjongkok sambil mencecahkan tangannya ke tanah. Baru kemudian kami melanjutkan perjalanan. Saya bertanya padanya (ibrahim) "tadi itu melakukan apa bang?" tanya saya. "Tiap kali masuk hutan kami selalu berdoa untuk keselamatan kita, karena kita memasuki wilayah yang lain". Jawabnya. Sepanjang perjalanan saya menyaksikan pohon-pohon yang sangat rapat. Sebagian ukuran batangnya sangat besar sekali dengan tambir akar yang kokoh sebesar tembok. Dibawah kanopi hutan rimba leuser itu sangat teduh, sedikit sekali sinar matahari menyentuh lantai hutan tersebut.
Tak lama kami melihat beberapa jenis jamur tumbuh di dasar hutan. Kemudian tidak jauh dari tempat tersebut kami menemukan buah-buah hutan yang baru saja di makan oleh satwa yang tinggal dihutan tersebut. kami terus saja berjalan sambil melihat kekiri dan kekanan dari jalan yang kami lalui. Didsar hutan kami berjumpa dengan seekor semut namun ukurannya cukup besar. Masyarakat biasanya menyebut semut tersebu dengan sebutan "semut gorila" ini dikarenakan warnanya yang hitam dan berukuran besar. Selain serangga kami juga menjupai beberapa bunga hutan yang cukup indah. Kami terus melangkah, sesaat kemudian saya terkejut ada suara yang cukup keras dari atas pohon tak jauh dari kami. ko..wak...ko...wak...ko..wak..saya bertanya pada kawan kawan tentang suara tersebut. Mereka menjelaskan bahwa suara tersebut berasal dari burung rangkong. Burung rangkong!, ya...saya baru ingat, hutan leuser juga habitat alami dari burung besar dan terkenal itu. Masyarakat yang terbiasa masuk hutan ini percaya bahwa jika burung tersebut bersuara ini berarti datuk (sebutan untuk gajah) berada tidak jauh dari lokasi dimana burung itu hingga. Sungguh bener-benar menakjubkan.
Hari semakin sore kamipun segera merencanakan untuk keluar dari hutan. Konon kata mereka saat magrib(senja) kita tidak boleh melanjutkan perjalanan karena kita bisa tersesat di hutan ini. Dalam perjalanan keluar tersebut secara tidak sengaja kami bertemu dengan seekor laba-laba yang tubuhnya cukup mungil, namun kaki-kakinya sangat panjang. Badannya di bebintik putih berpola, dia sedang diam diatas daun pohon hutan. Cepat-cepat saya mengambil kamera dan mengabadikannya. Tak lama hidung saya mencium sesuatu, bau aroma susu putih ya...harumnya sangat terasa. Saya bertanya pada mereka "kok bau susu ya?". Ya iya bang arie kita berda tepat dibawah pohon meranti susu, ini ciri khas tanaman meranti susu. Wah luar biasa sekali, saya terkagum-kagum.
Kamipun terus berjalan, tiba-tiba basir berkata "Bang mau lihat kupu-kupu cantik?" "mana?" tanya saya, basir segera menunjuk ke sebuah arah...iya benar itu kupu-kupu, warnanya transparan dengan totol hitam keabuabuan. Terbangnya sangat tenang, kalau dilihat sepintas mirip dengan daun pohon yang sedang gugur. Tak lama kamipun melihat lebih banyak lagi kupu-kupu sejenis terbang tepat diatas kami. jumlahnya cukup banyak. Ada juga yang berwarna lain, berwarna cerah. Sayang saat itu batere kamera saya lowbete, sayapun tak bisa mengabadikan gambar kupu-kupu tersebut.
Kami melanjutkan perjalanan, kami tidak mau kemalaman di hutan, dalam perjalanan pulang ini kami melihat sarang orangutan di atas pohon yang cukup tinggi. Sungguh pengalaman yang luar biasa yang saya dapatkan disini. Ternya hutan leuser di Sei Betung masih memeliki keindahan yang tidak ternilai. Semoga saja keelokan ini akan tetap terjaga hingga ke anak cucu kita...semoga....!